-->

"Motivasi Hidup" Manusia Masih Perlu Alat Pengingat

"Motivasi Hidup" Manusia Masih Perlu Alat Pengingat
Motivasi hidup
Masdim.id - Kali ini saya akan coba langsung ke statemen-statment yang mungkin berkesan saya berpandangan negative. tapi tidak mengapa, sesekali saya akan coba masuk ke situ untuk bahan kajian.

Kalau kita kaji lagi, Pada dasarnya manusia itu bersifat liar. Suka kebebasan yang cenderung  tak suka diatur. Gemar bersikap represif.  Egois dan selalu ingin menang. betul tidak?

Lebih jelas dan dalam, sangat bagus ditulis oleh Erick Fromm, dalam bukunya akar-akar kekerasan. Disitu tergambar jelas berdasarkan penelitiannya. Bahwa manusia itu cenderung represif, agresif, buas dan memangsa.

Mari kita liat fakta-faktanya dilapangan. Brutalisme, anarki dan korupsi. Contoh umum yang paling gampang bikin kita mudeng.

Mengapa dikatakan manusia itu liar. Coba saja liat fenomena po***grafi, prilaku asusila dan fakta-fakta lain yang sudah pernah bahkan banyak di ungkap oleh media massa yang berkaitan dengan tindakan amoral. S**s diluar nikah, prilaku s**s anak remaja, free s**s dan unsure-unsur lain yang tidak lepas dari satu kata yang menggiurkan tersebut.

Mengapa pula manusia dikatakan Brutal. Coba perhatikan lagi aksi-aksi massa dilapangan. Benturan antar kepentingan. Tak jarang membuahkan hasil yang memanas. Tak peduli lagi siapa yang akan menjadi mediator. Sepertinya status dilapangan sudah sama. Sama-sama ingin memangsa.

Lalu bagaimana dengan korupsi? Sama saja, ini juga tindakan yang rakus. Ingin merampas dengan cara halus. Tapi dengan intrik yang terlindungi oleh orang-orang licik. Semua hal bisa di bentengi dengan logika hukum dan retorika yang tak jarang membuat orang lain tak bisa menembus tembok yang kuat itu. Tembok yang sudah dibangun oleh kepentingan yang memalukan.

Contoh seperti itu saya rasa tidak berlebihan kalau saya menganggap prilaku manusia itu cenderung “berontak” dan enggan untuk teratur.tidak mau masuk dalam lingkaran keteraturan.

Namun demikian, sebagai manusia kitapun dikarunia Tuhan dengan sebuah alat kontrol yang berfungsi sebagai pengingat sekaligus penggerak, yaitu hati. sebuah alat yang berfungsi untuk menciptakan  kecenderungan manusiawi yang lebih normatif dan dekat dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Kita pasti paham, bahwa hati sangat sulit di deskripsikan, sulit di cerna namun bisa dirasakan. Hati adalah alat yang sangat jenius yang bisa menyeimbangkan antara diri ini sendiri dan hal-hal lain diluaran sana. Jika hatinya bersih, rapih dan syarat akan nilai-nilai kebajikan maka apapun bentuk “rongrongan” dari luar tak akan mampu merusak isi dalam kita.

Nah, disinilah letak kontradiksisnya, disini tercipta benturan halus yang sulit di lihat dengan mata hati orang biasa-biasa saja. Diperlukan keteguhan dan niat bagus untuk merasakannya.

    Sisi yang satu mengajak kita melakukan sesuatu “semau gue”. Sisi yang satu lagi mengajak kita melakukan sesuatu yang “tidak semau gue”. dengan tawaran yang lebih hakiki.

Sekarang masalahnya, ini saya masih menggunakan asumsi negatif, bahwa manusia masih cenderung untuk mengikuti arah yang ganas, bebas dan “semau gue” daripada masuk kejalur yang kebih rapih, teratur, terkontrol dan syarat akan nilai-nilai kepatuhan.

Secara umum, kita sudah di kontrol oleh system yang ada. Sehingga jika terjadi penyimpangan, maka kita harus siap menghadapi aturan hukum yang berlaku.

Lagi- lagi fakta mengatakan. Bahwa walau aturan sudah dibuat. Tapi manusia ini tetap saja mencari celah yang dianggapnya legal dengan cara sembunyi-sembunyi. Menciptakan rasionalitas dan sebagainya. Banyak contoh yang sudah mengungkapkan itu.

Sekarang, bagaimana dengan kita sendiri? Apakah mau ikut bermain diarus besar itu atau kita lebih baik menciptakan alat kontrol sendiri?

Hemat saya sih, kita lebih baik menciptakan alat kontrok sendiri. Kita bisa buat “alarm pengingat”  untuk konsumsi sendiri. Misalnya komitmen, moralitas itikad atau upaya-upaya lain yang bisa mengarahkan kita ke tempat yang lebih menguntungkan. Daripada terjerat dalam kebingungan, khan lebih baik membangun mental mandiri yang mengandung tujuan-tujuan baik.

Caranya?

Tentu saja kita perlu membersihkan fikiran-fikiran kontra produktif, menggantinya dengan informasi baru yang lebih tepat, berguna untuk membangun mental yang bagus.

Landasan hukum, agama, budaya dan nilai-nilai lain tentu sangat membantu. Tapi semua itu tidak akan berguna jika kita sendiri “dablek” alias menantangnya denga rasionalitas dan pembolak- balikan makna sedemikian rupa. Jadinya kita makin cerdas tapi kita makin angkuh.

Jadi, kita masih perlu yang namanya komitmen kuat. Inilah yang akan menjadi ”Alarm Pengingat” buat kita dengan menggunakan pendekatan agama, budaya, dan hal-hal lain yang sekiranya dapat membantu.

Comments